Menarik ! itu kata yang bisa saya gambarkan ketika sekali
saya membaca tentang buku yang berjudul Perjalanan Ke Atap Dunia, awalnya saya
pikir buku ini seperti buku perjalanan biasa, tetapi setelah mencoba untuk
membacanya, saya tak henti membaca lembar demi lembar,karena seolah saya sedang
membaca novel fiksi imajinatif, yang ternyata ini ksah nyata.. memang buku
karangan Daniel Mahendra di kemas sebagai cerita perjalanan. namun, berbeda
dengan buku perjalanan lain yang cenderung seperti celotehan promosi dari biro
perjalanan, di buku ini justru menawarkan sudut pandang lain dalam seorang
traveller yakni meraih sebuah mimpi, cita-cita,dan goal demi goal yang di kemas
apik dalam esensi sebuah perjalanan.
Bab awal dalam buku menyuguhi mimpi seorang Daniel yang
ingin sekali pergi ke dataran tertinggi di dunia ;Tibet. Seperti ditarik kembali kembali ketiap mimpi-mimpi pembaca ketika
kanak-kanak, ketika kecil Ia juga bermimpi
untuk datang ke Tibet dari sebuah komik terbitan tahun 80an yang
berjudul Tintin in Tibet. dalam bagian ini Daniel percaya apa yang di katakan
Coelho bahwa “when you want something all the universe conspires in helping you
to achieve it”. Di awal kita akan di ajak bermain di mimpi seorang Daniel dalam
menggapai mimpinya, terlepas dari itu memang di buku ini akan banyak di temui
quotes-quotes yang menginspirasi (terutama bagi mereka yamg memiliki keinginan
kuat) dalam meraih impian.
Untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya, Daniel bersikeras untuk tetap pergi ke Tibet, dengan
berbagai upayanya, yang terkadang membuat pembaca berkelakar gemas perihal
masalah-masalah yang datang bertubi-tubi kepadanya. Seperti ketika Daniel di
hadapi dengan dilemma bahwa temannya Ijul yang menginspirasinya untuk pergi ke
Tibet tidak jadi ikut, dan ketika Daniel malah mengurungkan niat pergi karena
Tibet (yang pada saat itu) ditutup, karena memang negara tersebut sedang di
invansi oleh cina, hingga keraguan Daniel kepada biro travel yang didasari oleh
asas saling percaya, seperti yang mungkin dirasakan traveler lain ketika hendak
menggunakan jasa agen perjalanan, hehehe…
hingga akhirnya danielpun mantap untuk pergi menuju Tibet.
Banyak nilai yang bisa diambil dalam buku ini, missal sudut
pandang Daniel tentang sebuah kepercayaan, ketika dalam sebuah vihara ada
banyak monk yang sedang melakukan ibadah, namun justru itu merupakan sebuah
suguhan yang harus turis-turis (termasuk Daniel) nikmati, disitu Daniel merasa
bahwa ibadah adalah hal pribadi yang tidak boleh di usik, namun bagi para turis
lain (termasuk Juan teman seperjalanan Daniel) itu merupakan hal yang wajar, di
situ bukan hanya sebuah perbedaan dalam
menyikapi agama yang merupakan ranah personal, tapi penulis juga berusaha
menyentuh ranah politis yang kadang
merusak nilai sebuah kebudayaan, namun di gambarkan secara manusiawi oleh
penulis.
Dalam buku ini terasa sekali “rasa” dari seorang traveler
yakni, mencari sebuah esensi dari perjalanan seperti yang Daniel sering katakan
bahwa perjalanan merupakan pencarian jati diri, maka Daniel merupakan sosok
yang sangat ingin merasakan denyut nadi sebuah kehidupan di tiap daerah dan
kota yang ia kunjungi, hanya untuk sekedar memperhatikan orang-orang di
sekitarnya dan merefleksikannya dalam diri. Dari buku setebal 345 halaman ini
salah satu bagian yang menarik bagi saya adalah ketika Daniel bertemu dengan
penjaga warung kopi di terminal bus daerah pokhara yang bertanya tentang, “apa
yang ia cari”, selama ini Daniel mencari apa? Itu merupakan sebuah pertanyaan
besar bagi orang yang telah mewujudkan mimpinya, bahwa mimpi-mimpi ini bukan
hanya sampai disini, tetapi akan terus berlanjut dengan goal-goal berikutnya,
sejatinya perdebatan batin Daniel mungkin bisa pembaca rasakan disini (terlebih
bila laki-laki) sang penjaga warung berkata secara tdak langsung bahwa
laki-laki tidak akan pernah puas dalam mencari hal baru, untuk itu merasa
cukuplah. lagi- dengan quotes “ Jadilah laki-laki yang merasa cukup dengan
keluarga dirumah” . “kelak anak dan istri dirumah adalah harta sebesar-besarnya
yang kamu miliki”.
Terlepas dari beberapa pengulangan kalimat yang di utarakan
dalam buku ini, salah satunya “Aku seperti Tom Hanks dalam film The Terminal”
yang di ulang beberapa kali (hal 68,71,75,83)
Namun,bagian terpenting dalam buku ini adalah bukan hanya tentang sosok
Daniel yang merupakan seorang pemimpi yang mewujudkan mimpinya semata, tetapi
proses Daniel dalam menjalankan ide- mewujudkannya- dan berproses lagi
kemudian. Terlebih buku ini sangat menginspirasi terutama bagi mereka yang merasa bahwa dunia
ini tidak sesempit mata dan pengetahuannya.